[ Jumlah kami 756 432 telepon Linda ]
Malam itu, kalau saja saya tidak sedang batuk, sebenarnya akan terasa mantap kalau membakar cigarette, menghirup kopi hitam, dan menyambut kehadiran pisang goreng. Tapi menu harus berganti, harus beralih dulu ke Nutrisari panas sambil melihat Obama makan malam di Istana Negara. Hujan masih titik-titik turun, seperti tidak mau membiarkan gang-gang kumuh di semesta Jakarta kepanasan. Pendengaran saya terasa ganjil mendengar Mr. Presiden menyebut Obama dengan panggilan “Yang Mulia”, kok berasa seperti panggilan seorang budak kepada tuannya. Ah, mungkin harus begitu protokolernya. Presiden Austria harus rela menjadi anak tiri, maaf, negara Anda tidak bisa mengembargo persenjataan tentara kami. Waktu Austria-1 datang, para pekerja istana masih sibuk berbenah agar istana terlihat cantik saat Presiden Afroamerika datang. Buat anak tiri, alat penerjemah pun boleh trouble, tapi jangan coba-coba sama penumpang Air Force 1, kita bisa malu, apalagi nama partainya sama. Malam semakin bergeser, saya menunggu berita dari Merapi, menunggu Lalita Gandaputri, Lori Singer, dan Amanda Valani. Status jejaring social ramai oleh gempa 5,7 skala richter di tenggara Sukabumi, dan serangan banjir yang mengusai Bandung, selamat macet Parijs van Java.
[ Hidup adalah waktu tersisa, diisi sebelum kalah ]
Semacam salah jurusan, atau cita-cita yang datangnya terlambat dan dibelokkan. Siapa pun tidak ada yang bisa kembali ke masalalu, jadi menulis adalah semangat reformasi untuk membuat rencana baru, sebab yang lama sudah hangus dibakar waktu. Apa sih menariknya jurusan ekonomi?, bagi saya, sekarang, ternyata tidak ada sama sekali. Kosong, lentera tidak menyala di sana. Maka kemarin, waktu seorang kawan bertanya, “Bung, adik saya baru lulus SMA, sebaiknya kuliah jurusan apa ya?.” Kujawab dengan mantap : Komunikasi, Hubungan Internasional, Sosiologi, Sastra Indonesia, Sastra Inggris, atau Jurnalistik. Ada yang salah menjalankan strategi, jurus konservatif kerja ternyata sudah tidak relevan. Sekarang sudah saatnya beralih ke jalur passion, bahwa yang berbahaya, sesungguhnya adalah bukan tidak punya kerja, tapi tidak punya minat. Air tidak bisa memadamkan api yang menyala di dalam. Bagaimana kalau nasi sudah menjadi bubur?, ini bukan pertanyaan yang mudah dijawab, sebab membuat bubur menjadi enak ternyata cukup sulit, kalau mau ambil resiko, sebaiknya buang saja bubur itu, dan segera ganti dengan nasi Padang. Ada yang tetap harus diisi, sebab saya belum kalah.
[ Yang kau lihat seksi, karena kau belum tahu marahnya. Oh, jangan tertipu, harus menipu ]
Selalu ada yang berjajar panjang ke belakang, dengan sinar lampu depan dan lampu rem yang terang, setiap maghrib, ratusan kendaraan berebut jalan di sepanjang Jenderal Suprapto. Mereka terlihat seperti kunang-kunang yang sedang antri di ATM. Setengah jam sebelumnya, matahari akan tenggelam perlahan, lalu menghilang di balik gereja yang berdiri di dekat kali kumuh di Cempaka Tengah. Rumah penduduk hanya terlihat atapnya, dan beberapa sangkar milik perkumpulan penyiksa burung. Itu pemandangan dari atas jembatan penyeberangan. Sudut pandang menentukan bentuk, karena siapa pun tahu bahwa rumah bukan hanya atap. Angkatan 66 mungkin tidak rela jika Soekarno diangkat menjadi pahlawan, pun demikian dengan angkatan 98 yang menolak pengangkatan juragan Cendana menjadi pahlawan. Bagi Inggris, Bung Tomo adalah seorang provokator dan pengacau kota. Sedangkan bagi Jepang, PETA adalah gerombolan siswa tidak tahu diri. Hal ini sudah lama ditulis oleh Romo Mangunwijaya dalam novel “Burung-burung Manyar”. Siapa sesungguhnya pah(a)lawan?.
[ Katingali maneh macokan meja, ku indung bapa maneh disangka hayam ]
Sebenarnya tidak perlu berdebar atau malu-malu kalau bertemu dengannya. Karena dengan begitu, dia akan mudah membaca apa yang sedang bergemuruh di dalammu. Orang yang kamu cintai akan dapat mendeteksi dari sikapmu yang kaku. Kamu jangan menjadi buku yang terbuka, karena tidak setiap orang berhak membaca dirimu. Memang ini urusannya soal telaga darah, tapi tak usahlah kau memperparah. Itu adalah khotbah dari seorang kawan, sementara saya masih membaca buku “Jazz, Parfum & Insiden”. Dia tidak tahu, bahwa semuanya, seperti kata Dee, berawal dari satu getar sel abu-abu.
Bulan ini harus menambah stok buku, sebab JIFFest masih belum tentu. November sudah masuk hari ke sepuluh, sedangkan dana festival masih kedodoran. Maka lima hari ke belakang, waktu abu vulkanik Merapi mencapai tempat-tempat jauh yang radiusnya ratusan kilometer, saya sempat berbelok ke sebuah toko buku yang penuh oleh discount. Toko sepi dan penjaganya terlihat ngantuk, sorot matanya kurang bertenaga dan terkesan kelabu. Waktu saya masuk, tak ada seorang pun pengunjung, persis seperti kuburan yang sepi dari para penziarah. Secara tempat, posisi toko itu memang sangat ngilu. Lokasinya berada di Jakarta Timur, tidak jauh dari kawasan industry yang sesak oleh para buruh yang menjual tenaga, waktu, dan otak. Di luar, cuaca selalu ekstrim; panas menyengat dan berdebu, atau hujan deras yang rajin menghimpun lumpur dan mempersembahkan banjir. Keluar dari “kuburan”, saya membawa empat buku; Laki-laki dalam Secarik Surat (Budi Darma), 168 Jam dalam Sandera (Meutya Hafid), Legiun Muslim di Kancah Eropa (Agus AHA), dan My Father’s Notebook (Kader Abdollah).
[ Sudah jangan ke Jatinangor, masih ada kota lainnya, perempuan tak cuma dia, ada tiga milyar dua puluh satu]
Pendopo sedang ramai oleh mahasiswa baru. Para senior terlihat manis dengan kesibukannya. Kampus lain menyebutnya ospek, tapi di sini, di perbatasan Bandung-Cimahi, namanya selalu berganti-ganti. Saya baru lulus, masih beraroma gedung B, masih menunggu toga, dan data statistic pengangguran sudah menunggu di depan. Alumnus (alumni baru lulus) boleh nongkrong di Pendopo, boleh sambil merokok. Gedung Administrasi Umum terlihat seperti nyonya besar yang ringkih dan cerewet. Mesjid Luqman Hakim belum rampung dibangun, dia masih terlihat premature, seperti sebuah metafor tentang iman yang tak kunjung selesai. Sambil menghisap cigarette, saya berpikir tentang organisasi mahasiswa. Adakah organisasi mahasiswa yang bebas nilai?. Dulu, organisasi intra kampus selalu mengklaim dirinya paling murni, paling bebas dari polusi organisasi luar yang sesak oleh muatan kepentingan. Tapi siang itu, waktu anak-anak BEM sibuk mengatur junior yang masih berseragam putih-abu, saya menggugat klaim itu. Dalam pikiran, saya menggugat sendirian. Pembantu Direktur bidang Kemahasiswaan terlihat mulai mendekati pendopo, mukanya mewakili mayoritas kaum yang bergerak di bidang akademik, dan saya meluncur ke kantin.
[ Marilah bersama kami di sini; Rock n Roll. Lupa Indonesia Raya nyanyi; Rolling Stone ]
Sekarang sedang musim berjejaring, mereka yang tak ikut dalam arus besar sering dianggap seorang asocial. Sahabat sejati sudah bergeser, layar digital mengusai komunikasi di udara. Apa bedanya Karang Taruna dengan Brotherhood?. Semua orang berkomunitas, setiap diri punya mastermind yang akan memelihara kecenderungannya. Bos sedang meeting di Puncak, ruang kantor menggigil karena suhu AC yang disetting berlebihan. Anak-anak khusyuk dengan profilenya masing-masing. Kerja, ternyata tidak semuanya dibekali oleh kesadaran, sebagian malah hanyut dalam korupsi waktu. Dan setiap korupsi harus menghasilkan, jangan sampai kalah oleh Gayus dan kawan-kawannya. Dengan dada yang gembung oleh semangat menulis, maka saya mencoba menyusun Blue Print Republik Bulubabi :
*** Blue Print Republik Bulubabi (Sebuah Draft Awal) ***
Berikut adalah beberapa hal yang dirumuskan oleh Panitia Persiapan Pendirian Republik Bulubabi yang anggotanya hanya satu orang, yaitu saya sendiri. Tentu ini bukanlah sebuah draft final, dan memang pada dasarnya, mengacu kepada sifat dari republik ini, bahwa segalanya berjalan dinamis dan perubahan bukanlah anak haram yang dilecehkan atau ditolak dengan kasar.
- Republik Bulubabi adalah wadah bagi para pejalan jauh yang mempunyai kecintaan pada buku dan tulis-menulis.
- Pejalan jauh dijabarkan sebagai orang yang, baik sudah lama ataupun masih baru dalam mencari, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai yang tersebar di setiap jenak kehidupan.
- Setiap anggota Republik Bulubabi wajib membuat minimal satu tulisan dan membaca satu buku dalam rentang waktu satu bulan.
- Jenis, tema, maupun gaya tulisan, semuanya bebas.
- Jenis, dan tema buku yang dibaca, semuanya bebas.
- Untuk mengontrol bahwa setiap anggota Republik Bulubabi melaksanakan kewajibannya, maka tulisan wajib diupload di note facebook. Adapun untuk mengontrol kewajiban membaca buku, maka setiap anggota Republik Bulubabi harus menulis resensi buku yang telah dibacanya, dan wajib diupload di note facebook disertai dengan keterangan; nama pengarang, nama penerbit, tahun terbit, dan photo cover.
- Setiap tulisan dan resensi buku yang diupload di facebook, wajib di-tag ke seluruh anggota Republik Bulubabi yang telah terdaftar secara resmi.
- Motto Republik Bulubabi adalah “Cara terbaik untuk memulai membaca adalah membaca, dan cara terbaik untuk memulai menulis adalah menulis”.
- Lagu Kebangsaan Republik Bulubabi adalah “Jayalah Republik Para Pejalan Jauh”.
10. Anggota Republik Bulubabi dinyatakan keluar atau mengundurkan diri apabila selama enam bulan berturut-turut tidak melaksanakan kewajibannya seperti yang tertera pada pasal 3.
11. Seluruh tulisan yang diupload di note facebook oleh anggota Republik Bulubabi akan diarsipkan oleh petugas yang menjabat sebagai Direktorat Jenderal Bidang Arsip dan Sejarah.
12. Seluruh tulisan tersebut, selain menjadi hak milik penulisnya, juga menjadi hak milik Republik Bulubabi. Oleh sebab itu, untuk kepentingan Republik Bulubabi, maka tulisan tersebut sewaktu-waktu apabila diperlukan, boleh dipublikasikan dalam bentuk buku.
13. Jabatan Presiden, Wakil Presiden, dan kabinet yang membantunya akan ditentukan kemudian jika Panitia Persiapan Pendirian Republik Bulubabi sudah bertambah minimal dua orang, yang artinya Panitia Persiapan Pendirian Republik Bulubabi dianggap sah dan mewakili anggotanya apabila sudah berjumlah minimal tiga orang.
14. Jabatan Presiden, Wakil Presiden, dan kabinet di bawahnya terbuka untuk seluruh anggota, kecuali jabatan Menteri Luar Negeri.
15. Hal-hal lain yang dianggap penting, namun belum tertulis di draft awal ini akan segera dipikirkan.
Jakarta, 20 September 2010
Panitia Persiapan Pendirian Republik Bulubabi
(Dokuritsu Junbi Sao Sakai - Dukuritsu Junbi Inkai)
Sehari setelah itu, Bung Joni mulai mengarsipkan semua tulisan yang pernah diupload oleh para anggota Republik Bulubabi, tulisan-tulisan yang dihasilkan jauh sebelum embrio pendirian Republik Bulubabi terpikirkan. Dan hari menjadi sore setelah itu. Sinar matahari mulai temaram. Jarum jam mulai turun ke bawah. Bayangan berbalik ke timur. [ ]
Uwa, 11/11/10